Perancangan Kontroler PID Level Deaerator dan Kondensor pada Steam Power Plant Berbasis Algoritma Genetika


Referensi : 

Abidin, Z., & Ihsanto, E. (2021). Perancangan Kontroler PID Level Deaerator dan Kondensor pada Steam Power Plant Berbasis Algoritma Genetika. Jurnal Teknologi Elektro, 12(3), 153-159.


1. Abstrak [kembali]

Sistem air penambah pada PLTU berfungsi untuk mesuplai kekurangan fluida kerja dari luar siklus secara kontinyu yang diakibatkan adanya sistem blowdown untuk menjaga kualitas uap dan kebocoran yang terjadi didalam sistem. Didalam penelitian ini, dilakukan perancangan sistem kontrol PID untuk mengatur level deaerator dan kondensor dengan optimasi tuning menggunakan algoritma genetika. Berdasarkan metode osilasi Ziegler-Nichols, untuk pengendali level deaerator didapatkan konstanta Kp = 53,8, Ki = 21,4 dan Kd = 33,9, menghasilkan maximum overshoot sebesar 18,1%, rise time sebesar 1150 detik, error steady-state sebesar 0,3, sedangkan untuk pengendali level hotwell didapatkan konstanta Kp = 28,2, Ki = 8,7 dan Kd = 22,8, menghasilkan maximum overshoot sebesar 25,7%, rise time sebesar 1120 detik dan error steady-state sebesar 0,07. Hasil optimasi algoritma genetika untuk PID pengendalian level deaerator, didapatkan konstanta Kp = 97,3, Ki = 15,6 dan Kd = 63,1 dengan fitness overshoot sebesar 2,1%, rise time sebesar 1190 detik dan error steady-state sebesar 0,01 untuk PID pengendalian level deaerator. Sedangkan untuk PID pengendalian level hotwell didapatkan konstanta Kp = 94,2 ; Ki = 20,7 dan Kd = 71,5 dengan maximum overshoot sebesar 1,6%, rise time sebesar 1218 detik dan error steadystate sebesar 0,001. Penalaan PID dengan algoritma genetika menghasilkan overshoot dan setling time yang lebih cepat dibandingkan dengan metode osilasi ZieglerNichols, akan tetapi memiliki rise time yang lebih lambat. Untuk error steady-state kedua metode tersebut menghasilkan nilai <1% sehingga memenuhi syarat untuk pengontrolan sistem yang baik.

2. Pendahuluan [kembali]

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan fasilitas pembangkit listrik yang menggunakan prinsip konversi energi panas menjadi energi mekanis, kemudian energi mekanis tersebut diubah menjadi energi listrik. Proses dimulai dengan pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, atau gas di dalam boiler, yang menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mengubah air menjadi uap. Komponen utama PLTU melibatkan boiler sebagai tempat konversi air menjadi uap, turbine yang mengubah energi panas dalam uap menjadi energi mekanis, dan generator yang mengubah energi mekanis tersebut menjadi energi listrik.

PLTU umumnya mengikuti siklus Rankine, yang mencakup pembakaran bahan bakar, pembentukan uap, ekspansi di turbin, dan pendinginan kembali menjadi air. Bahan bakar utama PLTU adalah batu bara, meskipun minyak dan gas alam juga dapat digunakan. Untuk mengatasi dampak lingkungan, PLTU modern dilengkapi dengan peralatan pengendalian emisi seperti scrubber untuk mengurangi emisi polutan seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx).

Meskipun memiliki kelebihan berupa kapasitas pembangkit yang besar dan stabilitas operasional yang baik, PLTU juga memiliki keterbatasan, termasuk emisi gas rumah kaca dan polutan udara. Selain itu, PLTU bergantung pada pasokan bahan bakar fosil yang terbatas dan dapat memerlukan investasi modal yang tinggi. Seiring dengan tren pembangunan, pengembangan teknologi bersih dan ramah lingkungan terus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan dari PLTU.

3. Tinjauan Pustaka [kembali]

- Algoritma Genetika

Algoritma Genetika sebagai cabang dari Algoritma Evolusi merupakan metode adaptive yang biasa digunakan untuk memecahkan suatu pencarian nilai dalam sebuah masalah optimasi. Algoritma ini didasarkan pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup; yaitu perkembangan generasi dalam sebuah populasi yang alami, secara lambat laun mengikuti prinsip seleksi alam atau "siapa yang kuat, dia yang bertahan (survive)". Dengan meniru teori evolusi ini, Algoritma Genetika dapat digunakan untuk mencari solusi permasalahan-permasalahan dalam dunia nyata.

Peletak prinsip dasar sekaligus pencipta Algoritma Genetika adalah John Holland. Algoritma Genetika menggunakan analogi secara langsung dari kebiasaan yang alami yaitu seleksi alam. Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri dari individu-individu, yang masing-masing individu mempresentasikan sebuah solusi yang mungkin bagi persoalan yang ada. Dalam kaitan ini, individu dilambangkan dengan sebuah nilai fitness yang akan digunakan untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada.

Pertahanan yang tinggi dari individu memberikan kesempatan untuk melakukan reproduksi melalui perkawinan silang dengan individu yang lain dalam populasi tersebut. Individu baru yang dihasilkan dalam hal ini dinamakan keturunan, yang membawa beberapa sifat dari induknya. Sedangkan individu dalam populasi yang tidak terseleksi dalam reproduksi akan mati dengan sendirinya. Dengan jalan ini, beberapa generasi dengan karakteristik yang bagus akan bermunculan dalam populasi tersebut, untuk kemudian dicampur dan ditukar dengan karakter yang lain. Dengan mengawinkan semakin banyak individu, maka akan semakin banyak kemungkinan terbaik yang dapat diperoleh.

Sebelum Algoritma Genetika dapat dijalankan, maka sebuah kode yang sesuai (representatif) untuk persoalan harus dirancang. Untuk ini maka titik solusi dalam ruang permasalahan dikodekan dalam bentuk kromosom/string yang terdiri atas komponen genetik terkecil yaitu gen. Dengan teori evolusi dan teori genetika, di dalam penerapan Algoritma Genetika akan melibatkan beberapa operator, yaitu:

1. Operasi Evolusi yang melibatkan proses seleksi (selection) di dalamnya.

2. Operasi Genetika yang melibatkan operator pindah silang (crossover) dan mutasi (mutation).

Untuk memeriksa hasil optimasi, kita membutuhkan fungsi fitness, yang menandakan gambaran hasil (solusi) yang sudah dikodekan. Selama berjalan, induk harus digunakan untuk reproduksi, pindah silang dan mutasi untuk menciptakan keturunan. Jika Algoritma Genetika didesain secara baik, populasi akan mengalami konvergensi dan akan didapatkan sebuah solusi yang optimum.

Beberapa hal yang harus dilakukan dalam Algoritma Genetika adalah:

1.Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi (penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

2.Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah individu atau baik-tidaknya solusi yang didapatkan.

3.  Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk.

4.Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.

5.Menentukan proses perkawinan silang (cross-over) dan mutasi gen yang akan digunakan.

- Pengendali PID

PID Controller merupakan salah satu jenis pengatur yang banyak digunakan. Selain itu sistem ini mudah digabungkan dengan metoda pengaturan yang lain seperti Fuzzy dan Robust. Sehingga akan menjadi suatu sistem pengatur yang semakin baik Tulisan ini dibatasi pada sistem dengan Unity Feedback System, yang gambarnya sebagai berikut :

PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai berikut : 

 

PID Controller sebenarnya terdiri dari 3 jenis cara pengaturan yang saling dikombinasikan, yaitu P (Proportional) Controller, D (Derivative) Controller, dan I (Integral) Controller. Masing-masing memiliki parameter tertentu yang harus diset untuk dapat beroperasi dengan baik, yang disebut sebagai konstanta. Setiap jenis, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Parameter-parameter tersebut, tidak bersifat independen, sehingga pada saat salah satu nilai konstantanya diubah, maka mungkin sistem tidak akan bereaksi seperti yang diinginkan. Tabel di atas hanya dipergunakan sebagai pedoman jika akan melakukan perubahan konstanta. Untuk merancang suatu PID Controller, biasanya dipergunakan metoda trial & error. Sehingga perancang harus mencoba kombinasi pengatur beserta konstantanya untuk mendapatkan hasil terbaik yang paling sederhana.

- Ziegler Nichols

Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning) (Ogata, 1997, 168, Jilid 2). Dua metode pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay. 

Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar dibawah memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.  

Gambar kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

1. Metode kurva reaksi

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar (a)). Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar (b) menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plantt yang memiliki pole kompleks.

 
Gambar (a) respon tangga satuan sistem
 
Gambar (b) kurva respons berbentuk S

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 13 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel dibawah merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi
 

2. Metode Osilasi

Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation) (Guterus, 1994, 9-9). Gambar dibawah menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Tu (Perdikaris, 1991, 433). Gambar dibawah menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.

Gambar kurva respon sustain oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel dibawah.

Tabel penalaan paramater PID dengan metode osilasi
 

- Steam Power Plant

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan jenis pembangkit yang menggunakan “uap panas” untuk memutar turbin. Uap panas yang digunakan dapat berasal dari proses penguapan air melalui boiler, pembangkit ini menggunakan bahan bakar batu bara maupun bahan bakar minyak untuk memanaskan air, seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah. 

 

Gambar  skema PLTU

Tingginya jumlah persediaan batu bara baik secara global maupun di Indonesia serta harga yang rendah menjadikan PLTU berbahan bakar batu bara masih menjadi salah satu yang tertinggi produksinya. Dalam PLTU, batu bara digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan energy panas yang kemudian berfungsi untuk mengubah fasa fluida kerja dari cair menjadi uap. Energi kinetik yang terkandung dalam uap kemudian dimanfaatkan untuk memutar turbin yang tersambung dengan generator. Salah satu permasalahan utama dari pemanfaatan batu bara dalam pembangkitan listrik adalah tingginya emisi CO2 yang merupakan produk sampingan dari proses pembakaran batu bara. Kelebihan dan kekurangan PLTU batu bara dirangkum dalam tabel dibawah.

 

Kelebihan

 

Teknologi sudah mature

 

Biaya bahan bakar rendah

 

Usia pakai lama

 

Kekurangan

 

Biaya investasi awal tinggi

 

Emisi karbon tinggi

 

Lokasi tidak fleksibel, sebisa mungkin dekat pelabuhan atau sumber air yang besar untuk pendinginan

 

Tabel  kekurangan dan kelebihan PLTU

 Dalam operasinya, secara umum PLTU memiliki komponen seperti pada gambar di bawah ini:

 

Gambar komponen pada PLTU

1. Boiler & alat bantunya

Boiler berfungsi untuk mengubah air (feed water) menjadi uap panas lanjut  (superheated  steam) yang akan digunakan untuk memutar turbin. Disini energi kimia bahan bakardiubah menjadi energi panas dari uap.

2. Turbin & alat bantunya

Turbin berfungsi untuk mengkonversi energi panas yang dikandung oleh uap menjadi energi putar (energi mekanik). Poros turbin di-kopel dengan poros generator sehingga ketika turbin berputar generator juga ikut berputar .

3. Kondensor & alat bantunya

Kondensor berfungsi untuk mengkondensasikan uap bekas dari turbin (uap yang telah digunakan untuk memutar turbin).

4. Generator & alat bantunya

 

Generator berfungsi untuk mengubah energi putar dari turbin menjadi energi listrik.

Proses konversi energi pada PLTU berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:

  • Pertama, energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap bertekanan dan temperatur tinggi.
  • Kedua, energi panas (uap) diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran.
  • Ketiga, energi mekanik diubah menjadi energi listrik.

PLTU menggunakan fluida kerja air uap yang bersirkulasi secara tertutup. Siklus tertutup artinya menggunakan fluida yang sama secara berulang-ulang. Urutan sirkulasinya secara singkat adalah sebagai berikut:

  • Pertama air diisikan ke boiler

hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan pemindah panas. Di dalam boiler air ini dipanaskan dengan gas panas hasil pembakaran bahan bakar dengan udara sehingga berubah menjadi uap.

  • Kedua, uap hasil produksi boiler dengan

tekanan dan temperatur tertentu diarahkan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik berupa putaran.

  • Ketiga, generator yang dikopel langsung

dengan turbin berputar menghasilkan energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan, sehingga ketika turbin berputar dihasilkan energi listrik dari terminal output generator

  • Keempat, Uap bekas keluar turbin masuk ke kondensor

untuk didinginkan dengan air pendingin agar berubah kembali menjadi air yang disebut air kondensat. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi sebagai air pengisi boiler.

  • Demikian siklus ini berlangsung terus menerus dan berulang-ulang.

 - Deaerator

Deaerator merupakan komponen paling hilir dari sistem air kondensat. Merupakan pemanas tipe kontak langsung (direct contact heater). Memiliki 2 fungsi utama yaitu untuk memanaskan air kondensat dan sekaligus menghilangkan gas-gas (non condensable gas) dari air kondensat. Media pemanas yang digunakan adalah juga uap ekstraksi. Didalam deaerator terjadi kontak langsung antara air kondesat dengan uap pemanas. Akibat percampuran ini, maka temperatur air kondensat akan naik hingga hampir mencapai titik didihnya. Semakin dekat temperatur air kondensat dengan titik didihnya, semakin mudah pula proses pemisahan air dengan oksigen dan gas-gas lainnya yang terlarut dalam air kondensat. Ada beberapa tipe deaerator, tetapi yang banyak dipakai adalah tipe “Spray & Tray”, seperti yang terlihat pada gambar di bawah :

Deaerator Tipe “Spray & Tray” 
Gambar Deaerator Tipe “Spray & Tray”

 Pada deaerator tipe ini, air kondensat yang masuk dikabutkan melalui jajaran  pengabut (spray) untuk memperluas bidang kontak antara air dengan pemanas serta menjamin pemerataan distribusi air kondensat didalam pemanas. Air kondensat yang mengabut ini kemudian turun kejajaran kisi-kisi (Tray). Dari bagian bawah tray, uap pemanas dari saluran ekstraksi dihembuskan mengarah keatas dan bercampur dengan kabut air kondensat yang menetes pada kisi-kisi.

Akibatnya terjadi pertukaran panas antara uap dengan air sekaligus terjadi pula proses deaerasi. Oksigen dan gas-gas lain akan mengalir keatas dan keluar dari deaerator menuju atmosfir melalui saluran venting. Proses deaerasi secara mekanis seperti ini ternyata tidak menjamin bahwa air kondensat akan bebas 100% dari Oksigen.

Guna membantu tugas deaerator untuk menghilangkan oksigen, maka cara kimia pun dilaksanakan juga yaitu dengan menginjeksikan Hydrazine kedalam air kondensat pada suatu titik sebelum air kondensat masuk deaerator. Penginjeksian ini dilakukan oleh pompa khusus injeksi bahan kimia. Air kondensat yang sudah bebas oksigen dan gas-gas lain ini kemudian turun dan ditampung pada tangki penampung (storage tank) yang berada dibagian bawah deaerator dan siap untuk dialirkan ke pompa air pengisi ketel.

Beberapa peralatan proteksi juga dipasang pada deaerator. Salah satunya adalah katup pengaman tekanan lebih (Relief Valve). Bila tekanan didalam deaerator terlalu tinggi hingga mencapai harga tertentu, maka katup pengaman akan terbuka sehinggga deaerator akan terhubung ke atmosfir. Dalam keadaan ini, uap akan mengalir ke atmosfir dan deaerator menjadi aman.

Pada beberapa deaerator bahkan juga dilengkapi dengan vacuum breaker untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya vacum. Perangkatnya berupa saluran yang ditutup dengan diapragma. Bila tekanan turun hingga lebih rendah dari tekanan atmosfir, maka diapragma akan pecah dengan udara atmosfir akan masuk guna mencegah vacum yang lebih tinggi didalam deaerator.

- Kondensor

Kondensor adalah salah satu alat penukar panas (heat exchanger) yang dapat mengembunkan fasa uap menjadi fasa cair atau fluida. Pada kondensor, uap gas dengan temperatur tinggi masuk melalui dinding kondensor dan melewati ruang kondensasi dimana uap tersebut didinginkan dengan aliran fluida bersuhu rendah pada sistem kondensor sehingga uap panas yang masuk dapat mengembun menjadi cairan. Cara kerja dari kondensor sendiri adalah kalor yang ditangkap oleh evaporator dibuang ke lingkungan dengan wujud cairan sehingga biasanya kondensor diletakkan di luar ruangan. Cairan pendingin (refrigerant) diberikan tekanan tinggi di evaporator sehingga menguap, kemudian uap didinginkan di kondensor menjadi fasa cair. Kalor yang dihasilkan dari sistem pendinginan dibuang ke lingkungan oleh kondensor

Berdasarkan media zat yang digunakan sebagai pendingin, kondensor dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. air cooled condensor , menggunakan udara sebagai zat pendingin
  2. water cooled condensor, menggunakan air sebagai zat pendingin
  3. evaporative condensor, menggunakan campuran air dan udara sebagai zat pendingin

4. Hasil dan Pembahasan [kembali]

A. Permodelan Matematis Sistem Pengaturan Level

Perilaku dan sifat-sifat dari sistem dapat diwakili dalam bentuk model matematis. Model matematis dapat memberi gambaran hubungan fungsional antara masukan dan keluaran dari suatu proses dan merupakan gambaran perilaku dinamik sebuah sistem. Pemodelan matematis ini dibuat sesuai proses masukan dan keluaran yang terjadi pada deaerator dan kondensor sebagai pendekatan real plant untuk dapat disimulasikan.

a. Permodelan Tangki Kondensor

Ketinggian air di kondensor ditentukan oleh keseimbangan aliran air kondensasi, kuantitas uap kondensasi dan aliran air penambah. Level air kondensat kondenser dapat diturunkan dengan hukum kesetimbangan massa sebagai berikut :

[akumulasi massa per satuan waktu] = [massa masuk persatuan waktu] [massa keluar persatuan waktu]

ρ 𝑑𝑉/𝑑𝑡 = 𝐹𝑖𝑛 ρ𝑖𝑛 + M𝑠 − 𝐹𝑜𝑢𝑡 ρ𝑜𝑢𝑡

dimana :     
V = Volume (m3 )
Fin = Flow atau laju aliran massa yang masuk ke tangki (kg/s)
Fout = Flow atau laju aliran massa yang keluar dari tangki (kg/s)
Ms = Laju aliran steam (kg/s)
ρ = Massa jenis cairan diasumsikan konstan (kg/m3 )

Dengan pendekatan model bentuk tangki adalah tabung, maka hubungan antara volume dan ketinggian adalah :

𝑑𝑉 = 𝐴.𝑑ℎ = 𝑊𝑡.𝐿.𝑑ℎ

dimana :
A = Luas permukaan water dalam tabung (m2)
h = Ketinggian tangki (m)
Wt = Luas permukaan cairan (m2 )
L = Panjang tabung (m)

Dengan mengasumsikan bahwa massa jenis kondensat tetap, maka Persaman tersebut disubtitusikan, maka dihasilkan persamaan berikut ini:

𝐴 𝑑ℎ/𝑑𝑡 = 𝐹𝑖𝑛 + (Ms/ρ)− 𝐹𝑜𝑢𝑡

Hubungan aliran keluaran air kondensat Fout dengan ketinggian tangki h adalah sebagai berikut :

𝐹𝑜𝑢𝑡 = ℎ/𝑅 , 𝑅 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡

Dari Persamaan tersebut didiferentialkan maka akan menjadi : 

𝐴 𝑑ℎ/𝑑𝑡 + ℎ/𝑅 = 𝐹𝑖𝑛 + (M𝑠/ρ)
𝑅𝐴 𝑑ℎ/𝑑𝑡 + ℎ = 𝑅 𝐹𝑖𝑛 + 𝑅 M𝑠/ρ

Dengan mentransformasikan kedalam transformasi Laplace maka didapatkan persamaan

Selanjutnya persamaan diatas disederhanakan, maka akan didapat fungsi alih dari proses kondenser yakni:

Berdasarkan data spesifikasi, data komisioning dan parameter operasi kondensor, maka luas permukaan air dapat diturunkan sebagai berikut :

Keluaran air kondensat dari hotwel ke deaerator adalah 94,9 m3 /h pada bukaan MCV 45,5%. Untuk menjaga level kondensor maka diasumsikan aliran masuk air kondensat sama dengan aliran keluaran kondensat adalah sebagai berikut :

𝐹𝑜𝑢𝑡 = ℎ/𝑅

Dengan nilai R dan luasan permukaan air A yang telah diketahui, maka dengan menggunakan Persamaan  didapatkan respon sistem sebagai berikut :

b. Permodelan Tangki Deaerator

Pendekatan model deaerator dilakukan dengan pendekatan kesetimbangan massa adalah akumulasi selisih dari laju aliran yang masuk dengan laju aliran yang keluar sehingga diketahui laju massa yang terakumulasi dalam sistem per satuan waktu. Dengan pendekatan model bentuk tangki adalah tabung dan berdasarkan data spesifikasi deaerator, maka luas permukaan air di dearator didapatkan sebagai berikut :

Keluaran feedwater dari deaerator ke boiler adalah 107,5 m3 /h pada bukaan LCV 48,9%. Untuk menjaga level deaerator maka diasumsikan aliran masuk air kondensat sama dengan aliran keluaran feedwater adalah sebagai berikut : 


Dengan nilai R dan luasan permukaan air A yang telah diketahui, maka didapatkan respon sistem sebagai berikut :

 

c. Permodelan Level Transmitter

Transmitter yang digunakan untuk mengukur ketinggian fluida didalam tangki deaerator dan kondensor adalah differensial pressure transmitter. Dari data spesifikasi, level transmitter deaerator bekerja dalam range 0 - 260 cm dan level transmitter kondensor bekerja dalam range 0 - 120 cm, sedangkan keluarannya adalah sinyal listrik dengan range 4 - 20 mA. Untuk menghitung gain transmitter (GL) adalah :

Span Input merupakan kesalahan dari setting ketinggian yang digunakan transmitter dan span output merupakan besaran arus (4-20 mA) yang ditransmit ke DCS, sehingga didapatkan gain transmitter adalah sebagai berikut :

1. Level transmitter deaerator
2. Level transmitter kondensor

Fungsi alih dari level transmitter dapat didekati dengan sistem orde 1 sebagaimana persamaan dibawah ini: 


dimana :
GL = Gain transmitter
Tc = Time constant transmitter

Dengan Tc merupakan konstanta waktu untuk transmitter yang didapat dari spesifikasi alat, yaitu besarnya adalah 2 second. Berdasarkan data spesifikasi dari level transmitter yang digunakan dan Persamaan, fungsi alih dari level transmitter adalah sebagai berikut :

1. Fungsi transfer level transmitter deaerator 

2. Fungsi transfer level transmitter kondensor

d. Pemodelan Matematis Control Valve

Dalam sistem kontrol ini, elemen pengendali akhir berupa control valve yang digunakan untuk memanipulasi laju aliran suatu fluida proses sehingga dapat melakukan pengendalian level pada tangki agar tetap pada range normalnya. Dengan mengasumsikan Condensate Extraction Pump beroperasi dengan laju flow sesuai kemampuan pompa dari manufaktur dan menganggap output dari level control valve adalah flow-rate air kondensat sebesar 165 m3 /jam atau ekuivalen dengan 41,5 kg/s dan input dari control valve adalah 4-20 mA, sedangkan flow minimum diasumsikan 0 m3 /jam pada kondisi control valve tertutup, maka untuk menghitung gain level Condensate Water Control Valve (CCV) adalah

Konstanta waktu dari CCV diperoleh berdasarkan waktu stroke, perubahan fraksional terhadap bukaan valve dan perbandingan konstanta waktu pada stroking time valve sebesar 2 s dan harga time constant control valve adalah 2,06 s, maka fungsi alih dari CCV adalah sebagai berikut: 


Dengan mengasumsikan kemampuan kondensor dalam mengkondensasikan uap dari turbin menjadi air ideal dan tingkat kevakuman kondensor stabil, maka untuk mengatur jumlah aliran dari Make Up Water Tank (MWT) ke hotwell dikontrol oleh Make Up Water Control Valve (MCV) didapatkan Ktot sebesar 1,48 kg/s/mA, maka fungsi alih dari MCV adalah sebagai berikut :

B. Perancangan Kontroler PID

Fungsi kontroler PID adalah memperoleh informasi nilai masukan dari measuring device yaitu sinyal Process Variable (PV) dan keluaran sistem secara keseluruhan, membandingkan dengan Setpoint (SP), menentukan penyimpangan, mengeluarkan sinyal koreksi (Manipulated Variable, MV) untuk ditransmisikan dan menghasilkan sinyal kontrol dengan mengurangi penyimpangan menjadi nilai nol atau nilai minimum. 


Gambar Diagram Blok Sistem Kontrol PID Close Loop

Dengan rumus pengontrolan PID ditulis sesuai Persamaan berikut :

dimana :
Kp = Gain Proporsional
Ki = Gain Integral
Kd = Gain Derivatif
e = Error = Ysp Ym
Ysp = Setpoint
Ym = Variabel proses
t = Waktu
= Variabel integrasi

Untuk memenuhi kebutuhan air di dalam deaerator dibutuhkan sistem kontrol air penambah dengan tapping point di hotwell yang bekerja secara kontinyu dengan melakukan pengaturan aliran air kondensat dari hotwell ke deaerator melalui Condensate Water Control Valve (CCV) sehingga persentase level deaerator tetap terjaga dalam batas normalnya. Selain itu, level hotwell sendiri harus selalu dikontrol agar tidak mengganggu proses kondensasi uap dari turbin, pengontrolan tersebut dilakukan melalui Make Up Water Control Valve (MCV) untuk mengatur besarnya volume air penambah yang masuk dari make up water tank ke hotwell.

Fungsi penalaan konstanta PID adalah agar didapatkan sistem kontrol yang handal, efisien dan kontinyu dengan karakteristik yaitu rise time yang cepat, overshoot yang rendah dan error steady-state yang kecil.

a. Penalaan PID dengan Ziegler-Nichols

Pada penalaan PID, metode tuning yang digunakan adalah tuning Ziegler-Nichols dengan metode osilasi. Langkah awal adalah menghitung nilai critical gain (Kcr) dan Period Gain (Pcr). Kcr adalah nilai Pcr saat terjadi osilasi berkesinambungan sedangkan Pcr adalah periode kesinambungan dari respon. 

Dalam mencari fungsi alih, digunakan persamaan




 

Untuk kontroler PID level deaerator, dari permodelan tangki dan control valve dilakukan penyederhanaan fungsi alih sebagai berikut : 


Untuk mendapatkan Kcr dan Pcr digunakan metode kestabilan Routh Hurwitz. Dari perhitungan tersebut didapatkan Kcr = 89,7. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai Pcr yaitu dengan mensubstitusikan persamaan denumenator menggunakan kompleks domain, sehingga didapatkan nilai Pcr = 5,04.

Untuk kontroler PID level kondensor, dilakukan penyederhanaan fungsi alih sebagai berikut : 


Dengan menggunakan metode kestabilan Routh Hurwitz, didapatkan nilai Kcr = 47 dan Pcr = 6,46. Selanjutnya untuk proses tuning PID dengan metode Ziegler-Nichols kurva osilasi dilakukan perhitungan untuk mendapatkan Kp, Ki, dan Kd dengan acuan seperti ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel Penalaan Paramater PID Dengan Metode Osilasi

Karena menggunakan kontroler PID, sesuai dengan aturan Ziegler-Nichlos dalam menetapkan nilai KP, Ti dan Td berdasarkan nilai kritis penguatan dan mengacu pada tabel diatas, sehingga didapatkan nilai KP, Ti dan Td adalah sebagai berikut

Tabel Hasil Perhitungan Konstanta PID dengan metode Ziegler-Nichols 

b. Penalaan PID dengan Algoritma Genetika

Algoritma genetika merupakan salah satu teknik optimasi dengan pendekatan algoritma metaheuristik yang biasa digunakan untuk mendapatkan nilai yang optimal dari suatu permasalahan matematis. Metode ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri dari beberapa individu dengan sebuah nilai fitness pada masing-masing individunya.

1. Pembangkitan populasi awal
Populasi awal terdiri dari beberapa individu dengan nilai Kp, Ki dan Kd yang dilakukan secara acak dengan fungsi random.
2. Fungsi Evaluasi
Dalam fungsi evaluasi, terdapat dua hal yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi kromosom, yaitu evaluasi fungsi objektif dan konversi fungsi objektif kedalam fungsi fitness. Pada penelitian ini, fungsi fitness yang digunakan adalah fungsi minimum, dengan kriteria rise time yang cepat, overshoot dan error steady-state paling kecil.
3. Seleksi
Seleksi akan menentukan individu-individu yang akan dipilih untuk dilakukan rekombinasi untuk membentuk offspring. Metode seleksi dari induk yang digunakan adalah rank-based fitness assigment.
4. Pindah silang (crossover)
Individu dengan nilai fitness yang rendah akan digantikan dengan individu lain hasil dari persilangan individu terbaik. Persilangan yang digunakan adalah metoda interpolasi dari individu dalam populasi. Pada simulasi dilakukan dengan berbagai percobaan populasi, banyaknya generasi dan nilai batas.
5. Mutasi
Mutasi berperan untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi akibat proses seleksi. Melalui mutasi individu dapat diciptakan dengan melakukan modifikasi terhadap satu atau lebih gen pada individu yang sama.
 
- Hasil

A. Pengujian Sistem Kontroler PID dengan Metode Ziegler Nichols

Berdasarkan pengujian dengan tuning menggunakan Ziegler-Nichols metode osilasi seperti yang ditunjukan pada Tabel 2, untuk pengendali level deaerator didapatkan konstanta Kp = 53,8, Ti = 2,52 detik (Ki = 21,4) dan Td = 0,63 (Kd = 33,9). Dengan memberikan nilai setpoint sebesar 210, didapatkan respon sinyal sistem pengendali level deaerator dengan maximum overshoot = 18,1%, rise time =1150 detik, error steady-state = 0,3 dan settling time =4730 detik. 


Gambar Respon Sinyal Pada Kendali Level Deaerator Dengan Tuning Metode Ziegler-Nichols

Untuk pengendali level kondensor didapatkan konstanta Kp = 28,2, Ti = 3,23 detik (Ki = 8,7) dan Td = 0,807 (Kd = 22,8). Dengan memberikan nilai setpoint sebesar 75, didapatkan respon sinyal sistem pengendali level deaerator dengan maximum overshoot sebesar 25,7%, rise time sebesar 1120 detik, error steady-state sebesar 0,07 dan settling time untuk kriteria error 1% sebesar 6020 detik. 


Gambar Respon Sinyal Pada Kendali Level Hotwell Dengan Tuning Metode Ziegler-Nichols

B. Pengujian Sistem dengan Optimasi Penalaan Algoritma Genetika

Dalam melakukan optimasi, dilakukan penentuan nilai populasi yang disimulasikan masing-masing adalah 10, 15 dan 20, untuk banyak generasi digunakan dari 50, 75, 100, 300 dan 300, batas minimal dan maksimal konstanta PID. Hasil dari percobaan didapatkan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel Optimasi Kriteria Algoritma Genetika Pada Kontrol Level Air Deaerator 


Gambar Respon Sinyal Hasil Optimasi Untuk Level Deaerator Menggunakan Algoritma Genetika
 
Tabel Optimasi Kriteria Algoritma Genetika Pada Kontrol Level Air Kondensor
 

Gambar Respon Sinyal Hasil Optimasi Untuk Level Hotwell Menggunakan Algoritma Genetika
 
 

Dari hasil simulasi, didapatkan nilai yang maksimal dengan nilai populasi sebesar 10 dan nilai generasi sebesar 300, sedangkan batas konstanta Kp antara 50-200, Ki antara 0-30, dan konstanta Kd antara 50-100. Nilai optimum untuk PID pengendalian level deaerator didapatkan Kp = 97,3 ; Ki = 15,6 dan Kd = 63,1 dengan maximum overshoot = 2,1%, rise time = 1190 detik dan Ess = 0,01. Sedangkan untuk PID pengendalian level kondensor didapatkan konstanta Kp = 94,2 ; Ki = 20,7 dan Kd = 71,5 dengan maximum overshoot = 1,6%, rise time = 1218 detik dan Ess= 0,001.

C. Perbandingan Metode Ziegler-Nichols dengan Algoritma Genetika

Untuk mengevaluasi hasil optimasi tuning PID dengan algoritma genetika, maka dilakukan komparasi hasil respon dengan metode osilasi Ziegler-Nichols. 


Gambar Komparasi penalaan metode Ziegler-Nichols dengan Algoritma Genetika untuk Level Deaerator
 
Tabel Karakteristik Sistem Kontrol Level Deaerator

Hasil yang didapatkan untuk pengendali kondensor hampir sama dengan pengendali level deaerator

 
Gambar Komparasi penalaan metode Ziegler-Nichols dengan Algoritma Genetika untuk Level Kondensor 
 
Tabel 4.4 Karakteristik sistem untuk pengendali level kondensor

 

Secara keseluruhan hasil optimasi dari algoritma genetika lebih baik dan stabil dibandingkan metode osilasi Ziegler Nichols. Respon sistem hasil penalaan algoritma genetika menghasilkan overshoot yang lebih kecil dan setling time yang lebih cepat dibandingkan dengan osilasi Ziegler-Nichols, akan tetapi memiliki rise time yang lebih lambat. Untuk error steady state kedua metode tersebut menghasilkan nilai <1%.

D. Pengujian Sistem dengan Disturbance

1. Perubahan Setpoint
Pengujian sistem dengan melakukan perubahan setpoint atau yang dikenal dengan istilah tracking point bertujuan untuk mengetahui performansi dan dinamika sistem pengendali ketika jika diberikan setpoint yang berubah-ubah. 

Gambar Respon Sistem Terhadap Tracking Setpoint Untuk Level Deaerator
 

Gambar Respon Sistem Terhadap Tracking Setpoint Untuk Level Kondensor

Hasil menunjukan bahwa kontroler PID mampu mengikuti perubahan setpoint yang diberikan dengan baik. Hasil penaalan algoritma genetika memiliki respon sistem yang lebih cepat dibandingkan dengan metode osilasi Ziegler-Nichols.

2. Uji Perubahan Parameter Plant
Perubahan pembeban diberikan pada saat respon telah mencapai kondisi tunak. Perubahan disimulasikan dengan perubahan beban 100%, 90% dan 80% secara bertahap. Kebutuhan steam untuk beban 100% =107,5 m3 /jam, beban 90% = 104,3 m3 /jam dan beban 80% = 99,7 m3 /jam. 

Gambar Respon Sistem Terhadap Perubahan Pembebanan Untuk Deaerator 
 

Gambar Respon Sistem Terhadap Perubahan Pembebanan Untuk Kondensor

Dari hasil simulasi didapatkan setling time yang cukup cepat dalam mengembalikan level tangki sesuai setpoint-nya, sehingga dapat disimpulkan respon kontroler PID dapat beradaptasi dengan baik dan stabil terhadap perubahan atau dinamika yang terjadi didalam sistem.

5. Kesimpulan [kembali]

Dari hasil simulasi terhadap penalaan dengan metode Ziegler-Nichols dan algoritma genetika, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penalaan PID dengan algoritma genetika menghasilkan error steady-state yang lebih kecil, maximum overshoot dan setling time yang lebih cepat dibandingkan dengan metode osilasi Ziegler-Nichols, akan tetapi memiliki rise time yang sedikit lebih lambat dengan deviasi sekitar 40-70 detik.
2. Algoritma genetika mampu melakukan optimasi dalam penalaan PID dengan baik sehingga menghasilkan sistem pengontrolan level yang handal dan stabil terhadap perubahan beban.

6. Daftar Pustaka [kembali]

[1] Ridwan, "Peralatan Energi Panas: Boiler & Pemanas Fluida Termis" UNEP. https://www.energyefficiencyasia.org, diakses 29 Maret 2021 

[2] Munarto, dkk., “Mengoperasikan Sistem Air Kondensat, PT Indonesia Power”, 2014. 

[3] R. K. Singh, S. K. Sinha, and A. Rama. Rao, “Study of incident water hammer in an engineering loop under two-phase flow experiment,” Nuclear Engineering and Design, vol. 240, no. 8, pp. 1967–1974, Aug. 2010, doi: 10.1016/j.nucengdes.2010.04.019. 

[4] S. Basu and A. K. Debnath, “Power Plant Instrumentation and Control Handbook : A Guide to Thermal Power Plants”, Academic Press, ISBN: 978-0-12-800940-6. Elsevier 

[5] M. J. Mahmoodabadi, M. Taherkhorsandi, and M. Talebipour, “Adaptive robust PID sliding control of a liquid level system based on multi-objective genetic algorithm optimization,” Control and Cybernetics, vol. 46, no. 3, 2017. 

[6] M. O. Ali, S. P. Koh, K. H. Chong, S. K. Tiong, and Z. A. Obaid, “Genetic algorithm tuning based PID controller for liquid-level tank system,” In Proceedings of the International Conference on ManMachine Systems (ICoMMS), pp. 11-13), 2009. 

[7] A. T. El- El-Deen, A. H. Mahmoud, and El-Sawi, A. R, “Optimal PID tuning for DC motor speed controller based on genetic algorithm,” Int. Rev. Autom. Control, vol. 8, no.1, pp. 80-85, 2015. 

[8] J. Li and W. Li, “On-Line PID Parameters Optimization Control for Wind Power Generation System Based on Genetic Algorithm,” in IEEE Access, vol. 8, pp. 137094-137100, 2020, doi: 10.1109/ACCESS.2020.3009240. 

[9] W. Jianguo, "Heat-engine Plant Condenser and Deaerator Water Level Control System Based on Multivariable Self-tuning PID". Science & Technology Information, 2013 

 [10] I. Khadari, “Simulasi Kontroler Pid Tuning Menggunakan Logika Fuzzy Dan Algoritma Genetika Sebagai Pengendali Kecepatan Motor DC,” Setrum: Sistem Kendali-Tenaga-elektronikatelekomunikasi-komputer, vol. 8, no. 2, 186-196, 2019 

[11] R. A. Krohling and J. P. Rey, “Design of optimal disturbance rejection PID controllers using genetic algorithms,” in IEEE Transactions on Evolutionary Computation, vol. 5, no. 1, pp. 78-82, Feb 2001, doi: 10.1109/4235.910467. 

[12] A. P. Yadav, A. Kumar, and R. Kumar, “PID Controller Tuning using Genetic Algorithm for Coupled Tank System,” International Journal of Engineering Research & Technology, vol. 4, no. 15, Apr. 2018. 

[13] G. G. Adiarte, “Analisis Pemodelan Sistem Pengendalian Level Air Condenser 5MAG01 Dan Optimalisasi Performance Melalui Auto Tuning PID Controller Di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5,” Laporan Kerja Praktik, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, 2019. 

[14] T. Pangaribowo, “Perancangan Simulasi Kendali Valve Dengan Algoritma Logika Fuzzy Menggunakan Bahasa Visual Basic,” Jurnal Teknologi Elektro, vol. 6, no. 2, May 2015, doi: 10.22441/jte.v6i2.799. 

[15] B Priambodo, “Pengembangan Aplikasi Penjadwalan Kuliah Semester I Menggunakan Algoritma Genetika,” Jurnal Ilmiah FIFO, vol. 7, no. 1, Mei 2015.

7. Video [kembali]

- video materi algoritma genetika




8. Link Download [kembali]

HTML

Tidak ada komentar:

Posting Komentar